Monday, June 4, 2007

ARTIKEL MATEMATIKA

Matematika, Mitos Masyarakat, dan Implikasinya terhadap Pendidikan Matematika di Sekolah
Author: Abdul Halim Fathani. 4 November 2006 : 8:44 am.
Generate revenue from your website. Google AdSense.

Sejarah menunjukkan bahwa matematika dibutuhkan manusia. Dapatkah Anda membayangkan bagaimana dunia ini sekarang seandainya matematika tidak ada? Dapatkah Anda mendengarkan radio, melihat televisi, naik kereta api, mobil atau pesawat terbang, berkomunikasi lewat telepon atau Handphone (HP), dan lain sebagainya? Dapatkah Anda membayangkan kacaunya dunia ini seandainya orang tidak bisa berhitung secara sederhana, tidak bisa memahami ruang di mana dia tinggal, tidak bisa memahami harga suatu barang di suatu supermarket? Apa yang terjadi seandainya orang Malang mengatakan 7 + 5 = 12, sedangkan orang Surabaya berpendapat 7 + 5 = 75, atau kejadian-kejadian yang lain.
Matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang harus dikuasai oleh siswa. Sebab sesuai dengan gambaran di atas, ternyata matematika tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia sehari-hari. Matematika selalu mengalami perkembangan yang berbanding lurus dengan kemajuan sains dan teknologi. Hal yang demikian, kebanyakan tidak disadari oleh sebagian siswa yang disebabkan minimnya informasi mengenai apa dan bagimana sebenarnya matematika itu. Dengan demikian, maka akan berakibat buruk pada proses belajar siswa, yakni mereka hanya belajar matematika dengan mendengarkan penjelasan seorang Guru, menghafalkan rumus, lalu memperbanyak latihan soal dengan menggunakan rumus yang sudah dihafalkan, tetapi tidak pernah ada usaha untuk memahami dan mencari makna yang sebenarnya tentang tujuan pembelajaran matematika itu sendiri.
Selama ini masyarakat memiliki persepsi (mitos) negatif terhadap matematika. Sebagaimana yang dikemukakan Frans Susilo dalam artikelnya di Majalah BASIS yang berjudul Matematika Humanistik, bahwa kebanyakan sikap negatif terhadap matematika timbul karena kesalahpahaman atau pandangan yang keliru mengenai matematika. Untuk memahami matematika secara benar dan sewajarnya, pertama-tama perlu diklarifikasi terlebih dahulu beberapa mitos negatif terhadap matematika. Beberapa di antara mitos tersebut, antara lain: pertama, anggapan bahwa untuk mempelajari matematika diperlukan bakat istimewa yang tidak dimiliki setiap orang. Kebanyakan orang berpandangan bahwa untuk dapat mempelajari matematika diperlukan memiliki kecerdasan yang tinggi, akibatnya yang merasa kecerdasannya rendah mereka tidak termotivasi untuk belajar matematika.
Mitos kedua, bahwa matematika adalah ilmu berhitung. Kemampuan berhitung dengan bilangan-bilangan memang tidak dapat dihindari ketika belajar matematika. Namun, berhitung hanya merupakan sebagian kecil dari keseluruhan isi matematika. Selain mengerjakan penghitungan-penghitungan, orang juga berusaha memahami mengapa penghitungan itu dikerjakan dengan suatu cara tertentu.
Mitos ketiga, bahwa matematika hanya menggunakan otak. Aktivitas matematika memang memerlukan logika dan kecerdasan otak. Namun, logika dan kecerdasan saja tidak mencukupi. Untuk dapat berkembang, matematika sangat membutuhkan kreativitas dan intuisi manusia seperti halnya seni dan sastra. Kreativitas dalam matematika menyangkut akal-budi, imajinasi, estetika, dan intuisi mengenai hal-hal yang benar. Para matematikawan biasanya mulai mengerjakan penelitian dengan menggunakan intuisi, dan kemudian berusaha membuktikan bahwa intuisi itu benar. Kekaguman pada segi keindahan dan keteraturan sering kali juga menjadi sumber motivasi bagi para matematikawan untuk menciptakan terobosan-terobosan baru demi pengembangan matematika. Atau dengan kata lain untuk dapat mengembangkan matematika tidak hanya dibutuhkan kecerdasan menggunakan otak kiri saja, melainkan juga harus mampu menggunakan otak kanannya dengan seimbang.
Mitos keempat, bahwa yang paling penting dalam matematika adalah jawaban yang benar. Jawaban yang benar memang penting dan harus diusahakan. Namun, yang lebih penting sebenarnya adalah bagaimana memperoleh jawaban yang benar. Dengan kata lain, dalam menyelesaikan persoalan matematika, yang lebih penting adalah proses, pemahaman, penalaran, dan metode yang digunakan dalam menyelesaikan persoalan tersebut sampai akhirnya menghasilkan jawaban yang benar.
Mitos kelima, bahwa kebenaran matematika adalah kebenaran mutlak. Kebenaran dalam matematika sebenarnya bersifat nisbi. Kebenaran matematika tergantung pada kesepakatan awal yang disetujui bersama yang disebut ‘postulat’ atau ‘aksioma’. Bahkan ada anggapan bahwa tidak ada kebenaran (truth) dalam matematika, yang ada hanyalah keabsahan (validity), yaitu penalaran yang sesuai dengan aturan logika yang digunakan manusia pada umumnya.
Dari kelima mitos yang dikemukakan oleh Frans Susilo di atas merupakan sebagian kecil yang terjadi dalam masyarakat. Menurut hemat penulis, masih ada mitos-mitos lain yang terjadi di masyarakat. Di antaranya adalah sebagai berikut.
Pages: 1
2
This entry is filed under Esai dan Opini, Tematik, Pendidikan, Ragam, Sains. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.
Prev/Next Posts
«
Mengintip Matematika dalam Al Qur’an Home Sistem Ekonomi Syariah di Antara Sistem Kapitalisme dan Sosialisme »
6 Responses to “Matematika, Mitos Masyarakat, dan Implikasinya terhadap Pendidikan Matematika di Sekolah”
1
mpe_gandrunk says:
November 6th, 2006 at 12:13 pm
Tidak ada yang bisa membantah bahwa matematika sangat erat dengan kehidupan yang ada disekeliling kita, dimanapun dan bahkan orang yang tidak ahli dalam bidang matematika pun adalah sang ahli itu sendiri, asal mengenal dasar dari matematika itu sendiri, yakni yang berupa lambang yang kita kenal,yakni nol,satu,dua,dua,tiga,empat,lima,enam,tujuh,delapan, dan sembilan.Namun amat sangat memprihatinkan jika setiap siswa diwajibkan pandai dalam pelajaran matematika, dan minimal mendapatkan nilai empat sebagai syarat kelulusan. sebab potensi dan bakat yang dimiliki manusia amat beragam.tidak bisa disamakan dan tidak pula bisa dipaksakan untuk suka.Banyak tokoh-tokoh terkenal didunia yanjg begitu pintar dan boleh disebut sebagai masternya dalam bidang tertentu, yang tidak pandai matematika. jika boleh saya bertanya, kepada Alm. Pramudya Ananta Toer, apakah dalam menghasilkan karya-karyanya, banyak berhubungan dengan matematika? lalu apakah Frans Magnis Suseno dalam berfilsafat, menghitung 1+1=2, malah mungkin menurutnya itu bukan 2, melainkan 0. dan apakah seorang bintang Sepakbola sekelas Zinedine Zidane menghitung jarak dari ketika menendang bola sampai ke gawang, dan dihitung pula seberapa keras ia menendang? atau seorang Chris John ketika akan memukul, menghitung terlebih dahulu Bobot pukulannya untuk menjatuhkan lawan?. Tidak. Semua itu tidak!Jadi, matematika itu sendiri memang amat perlu! Akan tetapi, percayalah, bahwa matematika itu sendiri tidak akan pernah kehilangan peminatnya dan juga ahlinya.Jadi saya rasa, perlu dikaji ulang tentang sistem penilaian kelulusan siswa. :p
2
Amel_31 says:
November 11th, 2006 at 11:48 am
Kata guruku, kebenaran matematika itu mutlak. 1 + 1 = 2, nggak bisa jawaban lain. Tapi jalannya emang banyak, 1 bisa didapatdari 2-1, atau 1×1, dll, jadi banyak kemungkinannya. Sama kayak hidup ya, menuju yang satu dengan jalan yang banyak. Bisa dipilih sendiri, apakah jalan yang positif (+) atau negatif (-), atau berkali-kali mencoba menjalani dengan cara berbeda (x) ataupun dalam mencapaitujuan itu berbagi dengan tujuan yang lain (:), jadi nggak fokus deh ke tujan semula.Seperti komentar sebelumnya, nggak semua bidang maematika itu dipakai, ada yang nggak pinter matematika tapi ahli dalambidang yang lain. Trus kenapa kita mesti beajar matematika? Kan bisa kaya tanpa matematika? Banyak pekerjaan yang nggak pakematematika?Walaupun pernyataan itu mungkin ada benarnya, tapi menurut saya, kenapa kita belajar matematika adalah untuk mengasah logika kita.Seperti misalnya ikut spmb untuk menuju jenjang kuliah. Untuk jurusan IPA , yang dites itu matematika, bahasa indonesia,dan bahasa inggris. Misalnya seseorang ingin masuk FK, tentnya mesti melalui jalur IPA, tapi ketika kuliah, matematika itu amat sangat jarang sekali dipakai. Yang sangat dibutuhkan lebih pada pelajaran biologi dan kemampuan meghapal yang super… Tapi dengan ahlinya kita dalam bidang matematika, tentu logika kita akan lebih mudah bermain. Nggak melulu menghapal, tetapi kita bisa mengaitkan hapalan kita dengan cara lain, misalnyamemakai ‘rumus cepat’ seperti yang sering diajarkan di sma. Kita terbiasa berpikir cepat, karena dulu sering dilatihmencongak dalam menghitung….Gitu lho…
3
cassle says:
November 17th, 2006 at 09:17 pm
Matematika sangat penting sekali,penting bagi otak kita, sekaligus melatih kita untuk dapat bertindak spontan,berpikir kritis, dan yang paling penting melatih otak kita agar semakin baik lagi.Ada penelitian yang menyebutkan (walau saya sendiri tidak dapat memastikan kebenarannya),berlatih berhitung matematika (walau hanya sedikit) setiap harinya dapat meningkatkan kemampuanotak.Dengan berlatih matematika, kita dilatih agar dapat membayangkan atau berimajinasi,sehingga kita dapat membayangkan persoalan dan cara penyelesaiannya di dunia nyata.Matematika juga melatih logika kita sehingga kita dapat lebih mudah memahami sesuatu.Oleh karena itu, jika ada orang yang kurang menyukai matematika,disarankan agar mulai menyukainya (ya, bila memang tidak suka banget ya tidak perlu dipaksa).Karena matematika dan kehidupan nyata (untuk segala profesi, karena kaitannya dengankehidupan di masyarakat khususnya) sangat erat kaitannya!
4
Tri Teddy says:
November 22nd, 2006 at 06:24 pm
Singkat aja: Matematika itu penting!TAPI….saya setuju dengan apa yang diulas oleh Penulis,bahwa memang ada begitu banyak mitos yangmenghambat seseorang untuk berkeinginan dalammempelajari matematika.Selain itu (ini terjadi pada diri saya), adalahkurangnya pemahaman yang diberikan oleh parapengajar kepada para siswa tentang:“Untuk apa saya belajar matematika?”Contoh: Waktu SMA saya paling bermasalah dengansoal-soal Integral (tau kan?), karena saya(waktu itu) samasekali tidak paham apa gunanyamempelajari materi yang sulit tersebut.Dan hasilnya, saya kesulitan untuk bisa memahamimateri tersebut karena saya tidak paham apa gunanyaIntegral dalam kehidupan saya (waktu itu,tentunya).Menurut saya, Matematika itu dimulai dari sebuah filsafat,lalu filasafat tersebut dirumuskan dalam bentuksimbol-simbol singkat dengan tujuan untuk lebih cepat dicerna.Dan menurut saya, begitulah Matematika itu seharusnya.Bukan hanya menghapalkan rumus tanpa ada pemahamandari mana rumus tersebut berasal dan apa gunanya! Huh!
5
reire says:
December 20th, 2006 at 10:22 am
tulisan Agustian anwar kali ini mengingatkan saya pada apa yang ditulisoleh Jujun S. Suriasumantri dalam “Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer”,bahwa “matematika makin lama makin bersifat abstrak dan esoteric yang makin jauh daritangkapan orang awam; magis dan misterius seperti mantera-mantera pendeta Mesir kuno”.Keadaan inilah yang saya tangkap tengah terjadi saat ini. Seperti halnya parapendeta Mesir kuno, saat ini pandangan secara umum melihat bahwa “hanya orang-orangterpilihlah yang mampu menguasai matematika”. Hanya para pelajar jeniuslah yang bisabersahabat akrab dengan pelajaran yang dipenuhi dengan simbol dan angka ini. saya sepakatdengan apa yang disampaikan oleh mpe_gandrung, bahwa tidak semua orang dikaruniai kecerdasanbrilian dalam bidang matematika. Bahwa setiap individu memiliki bakat menonjol dibidang yangberlainan. bakat dalam bidang seni, bahasa, olahraga dan lainnya tentu saja sama berharganyadengan talenta dalam bidang matematika. Namun tentu saja hal tersebut tidak dapat menjadialasan pembenar untuk membiarkan pelajar kita alergi pada matematika. Kalau demikian, apayang dikatakan Jujun bahwa matematika adalah hal yang magis dan misterius bagi masyarakat awamakan menjadi benar adanya.Saat menjadi pelajar saya juga sangat alergi dengan matematika. Hanya karenaguru matematika saya yang baik hatilah maka nilai matematika saya tidak pernah kebakaran.Belajar dari pengalaman sebagai pelajar tersebut, saya rasa apa yang menjadi sebab pelajarmenjadi alergi pada matematika salah satunya adalah karena matematika terlihat sangat suram,kaku, dan tidak humanistik. Metode pembelajaran matematika yang hanya mengajarkan matematikasebagai sekumpulan rumus, tabel dan angka membuat kita melihat sejumlah apel yang ranumsebagai sekumpulan benda yang semata-mata bersifat matematis. Dalam matematika, sepuluh buahapel ranum hanyalah sekumpulan benda yang akan dihitung dalam satuan kilogram. Padahallebih dari itu, matematika adalah sarana yang menungkinkan kita untuk membagi sepuluhbuah apel tersebut terbagi rata pada dua puluh orang anak. Dengan begitu, dua puluhorang anak tersebut sama-sama akan menikmatinya manisnya apel. Sudah sepatutnya kalaupembelajaran matematika juga dibarengi dengan “filsafat dari matematika itu sendiri”, yaitupembelajaran mengenai apa sebenarnya matematika itu, apa perlunya kita mempelajari matematika,kaitan langsung antara matematika dengan kehidupan sosial manusia. Dengan begitu,masyarakat kita, khususnya para pelajar dapat lebih akrab dengan matematika. Walaupun tentu sajatidak semua orang diciptakan menjadi seorang ahli matematika yang brilian,tapi setidaknya pelajar kita tidak menjadi takut dan alergi ketika mendengar kata matematika.
pembenar
6
wirati says:
March 16th, 2007 at 08:54 pm
Wah kalau ngomong matematika, jangan ngomongin ngapalin rumus aja. Belajar matematika itu harus mengerti pola pemecahannya. Anak-anak sekarang kebanyakan di sekolah belajar matematika disuruh ngapalin rumusnya. Mereka tidak pernah diajar logika pemecahan. Sebenarnya ilmu matematika berguna dalam kehidupan sehari-hari. Belajar logika dan pola pemecahan juga dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah. Saya punya teman dia dis ekolah dulu gak jago matematika, apalagi ngapalin rumus, pasti nyontek. Eh, ternyata waktu kuliah masuk ekonomi jurusan akuntansi, eh malah jago bangte, ampe S2. Dulu dia bilang benci banget matematika, sekarang malah jago. Ternyata, dia dapat trik belajar matematika. Pakai logika dan pemahaman untuk mencari jalan keluar. Bukan sekedar ngapalin rumus.
You must be
logged in to post a comment
PenulisLepas.com is powered by
WordPress Using Redzonea Sponsored By Read Article
Sumber : http;//www.penulislepas.com/v2/?p=161
Diakses : 21 Mei 2007/ Senin

1 comment:

Jonru said...

halo...
thanks ya, sudah mempublish tulisan dari penulislepas.com

tapi tolong tulisan "Generate revenue from your website. Google AdSense" pada tulisan tersebut dihapus
sebab itu iklan dari google, dan khawatir dianggap melanggar term of service

thanks

Jonru
Pengelola PenulisLepas.com